Konsep Pembelajaran Aktif,inovatif,
Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM)
Pembelajaran merupakan salah satu
unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem
pendidikan. Pembelajaran ibarat jantung dari proses pendidikan. Pembelajaran
yang baik cenderung menghasilkan lulusan dengan hasil belajar yang baik pula.
Demikian pula sebaliknya.
Hasil
belajar pendidikan di Indonesia dipandang kurang baik. Sebagian besar siswa
belum mampu menggapai potensi ideal atau optimal yang dimiliki seperi yang
diharapkan. Oleh sebab itu, perlu adanya perubahan proses pembelajaran dari
kebiasaan yang sudah berlangsung selama ini (tradisional). Pembelajaran yang
saat ini sedang dikembangkan dan banyak diperkenalkan ialah Pembelajaran Aktif,
Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan yang singkat PAIKEM. Disebut demikian sebab
pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan anak,Memberi ruang kepada anak
untuk berinovatif, mengembangkan kreativitas, sehingga efektif namun tetap
menyenangkan. Dalam catatan sejarah
pendidikan Nasional, telah
dikenal beberapa pendekatan atau strategi Pembelajaran ,seperti SAS (Sintesis,
A nalisis, Sistematis) CBSA (Cara belajar peserta didik aktif), CTL (Contextual
Teaching and Leaning), Laife Skill Education, PAKEM (Pembelajaran aktif, Kreatif,
Efektif dan Menyenangkan) dan yang paling dikenal terakhir adalah Istilah
PAIKEM.
Pembelajaran
Aktif adalah proses pembelajaran yang mengharuskan guru menciptakan suasana
sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan menggunakan
gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam
membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran
ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan
dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka
pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu mengahsilkan sesuatu untuk
kepentingan dirinya dan orang lain.
Inovatif
adalah pembelajaran yang selalu memberikan penekanan perubahan
Kreatif
dimaksudkan guru menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang beragam
sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Kreativitas berasal dari
bahasa Inggris creativity yang
berarti kesanggupan mencipta atau daya
cipta. Mengenai definisi kreativitas terdapat bermacam-macam, tergantung
pada bagaimana dan dari segi mana orang melihatnya. Tidak ada satu definisipun
yang dianggap mewakili pemahaman yang beragam tentang kreativitas. Hal ini
disebabkan pertama, sebagai suatu
konstruk hipotesis, kreativitas merupakan ranah psikologis yang kompleks dan
multidimensional yang mengundang berbagai penafsiran. Kedua, definisi-definisi kreativitas memberikantekanan yang
berbeda-beda tergantung dasar teori yang menjadi acuan pembuat definisi.
Menurut
Dedi Supriadi, (1994:7) Berdasarkan penekanannya, definisi-definisi yang ada
tentang kreativitas dapat dibedakan ke dalam bentuk person, proses, produk, dan
press. Rhodes menyebut keempat
definisi kreativitas sebagai “the four
P’s of Creativity”. Definisi kreativitas yang menekankan dimensi person
dikemukakan misalnya oleh Guilford, “Creativity
refers to the abilities that are characteritics of creative people”. Definisi yang menekankan segi
proses diajukan oleh Munandar, “ Creativity
is a process that menifests itself in fluency, in flexibility as well in
originality is the ability to bring something new existence”. Sementara
Amabile mengemukakan, “Creativity can be
regarded as the quality of products or responses judged to be creative by
appropriate observers”.
Konsep
kreativitas selalu bertolak dari kriteria tentang apa yang disebut kreatif.
Fuad Nashori misalnya, menyatakan bahwa orang yang kreatif memiliki kebebasan
berpikir dan bertindak. Kebebasan tersebut berasal dari diri sendiri, termasuk
di dalamnya kemampuan untuk mengendaliakan diri dalam mencari alternatif yang
memungkinkan untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Di pihak lain,
dalam pandangan Guilford kreativitas adalah kemampuan berpikir untuk menjajaki
bermacam-macam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan.
Setelah
diadakan penelitian mengenai kreativitas dengan menggunakan analisis faktor,
Guilford menemukan bahwa faktor terpenting yang merupakan ciri dari kemampuan
berpikir kreatif adalah: pertama, fluency, Kesigapan kelancaran, kemampuan
untuk menghasilkan banyak gagasan. Kedua, fleksibilitas, kemampuan untuk
menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan. Ketiga,
originalitas, kemampuan untuk mencetuskan gagasan-gagasan baru. Keempat,
elaborasi, kemampuan untuk melakuakn hal-hal secara detail terperinci. Dan,
kelima, redefinition, kemampuan untuk merumuskan batasan-batasan dengan melihat
dari sudut lain daripada cara-cara yang lazim. Jadi, kreativitas merupakan
kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan,
maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang ada sebelumnya. Namun
demikian, terdapat tiga persyaratan untuk kreativitas yaitu kemampuan
intelektual yang memadai, motivasi, komitmen untuk mencapai keunggulan, dan
penguasaan terdapat bidang ilmu yang ditekuni. Ketiga aspek ini secara
interaktif membentuk prilaku kreatif yang kemudian menghasilkan produk kreatif.
Tujuan
pengembangan kreativitas siswa dalam pendidikan Islam adalah untuk menghasilkan
out put yang handal dan kreatif. Pada sisi ini pendidikan Islam harus dapat
mengembangkan anak didik yang memiliki kemampuan daya kreatif yang tinggi.
Menurut Suharsimi Arikunto bahwa anak didik yang kreatif mempunyai tiga ciri
yang menonjol, yaitu: pertama, mempunyai pemikiran asli atau orisinil
(originality), kedua, mempunyai keluwesan (flexibility),
ketiga, menunujukkan kelancaran
proses berpikir (fluency). Dengan
ciri utama tersebut anak didik yang kreatif mampu menghasilkan sesuatu yang
tidak sederhana dan berbeda dari yang lain.
Dalam
pengembangan kreativitas siswa bertolak dari asumsi bahwa setiap orang pada
dasarnya memiliki potensi kreatif dan kemampuan untuk mengukapkan dirinya
secara kreatif masing-masing dalam bidang dan dalam kadar yang berbeda-beda. Pengembangan
kreativitas siswa dapat menggunakan pendekatan atau strategi empat P yaitu
kreativitas ditinjau dari aspek pribadi, pendorong, proses, dan produk.
d. Pribadi
Suharsimi
Arikunto, (1993:78) Kreativitas adalah ungkapan dari keunikan individu dalam
interaksi dengan lingkungannya. Dari ungkapan pribadi yang unik inilah dapat
diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif. Oleh karena
itu, pendidik hendaknya dapat menghargai keunikan pribadi dan bakat-bakat
siswanya dan jangan mengharapkan semua melakukan dan menghasilkan hal-hal yang
sama, atau mempunyai minat yang sama. Hendaknya membantu siswa menemukan
bakat-bakatnya dan menghargainya.
e.Pendorong
Untuk
mewujudkan bakat kreatif siswa diperlukan dorongan dan dukungan dari lingkungan
(motivasi eksternal), yang berupa apresiasi,dukungan, pemberian penghargaan,
pujian, insentif, dan lain-lainnya, dan dorongan kuat dalam diri siswa itu
sendiri (motivasi internal) untuk menghasilkan dorongan internal dan dorongan
eksternal sama-sama diperlukan. Pendidik harus berupaya untuk dapat memupuk dan
meningkatkan dorongan eksternal dan dorongan internal siswa itu. Namun,
pendidik perlu berhati-hati pula jangan sampai dorongan eksternal yang
berlebihan atau yang tidak ada tempatnya justru dapat melemahkan dorongan
internal (minat dan kebutuhan) siswa.
f.Proses
Untuk
mengembangkan kreativitas siswa perlu diberi kesempatan untuk bersibuk diri
secara kreatif. Pendidik hendaknya dapat merangsang anak untuk melibatkan
dirinya dalam berbagai kegiatan kreatif. Dalam hal ini yang terpenting adalah
memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif
misalnya dalam tulisan, lukisan, bangunan dan sebagainya, tentu saja dengan
persyaratan tidak merugikan orang lain atau lingkungan. Produk yang kreatif
akan muncul dengan sendirinya dalam iklim yang menunjang, menerima dan
menghargai anak. Perlu pula diingat bahwa kurikulum sekolah yang terlalu padat
sehingga tidak ada peluang untuk kegiatan kreatif, dan jenis penugasan yang
menoton, tidak menunjang pengembangan kreativitas siswa.
Hendaknya
orang tua dan guru menyadari bahwa
waktu luang seyogyanya digunakan untuk melakukan kegiatan konstruktif yang
diminati anak, dan tidak belajar semata-mata atau melakukan kegiatan yang pasif
apalagi destruktif. Wallas dalam bukunya “The Art of Thought” yang
dikutip Utami Munandar menyatakan bahwa pengembangan kreativitas dari dimensi
proses ada empat tahap, yaitu: tahap persiapan, tahap inkubasi, tahap iluminasi
dan tahap verifikasi atau evaluasi. Pada tahap pertama, seorang mempersiapkan
diri untuk memecahkan masalah dengan belajar berpikir, mencari jawaban,
bertanya kepada orang lain dan sebagainya. Pada tahap kedua kegiatan menghimpun
data tidak dilanjutkan. Tahap inkubasi adalah tahap dimana individu seakan-akan
melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia
tidak memikirkan masalahnya secara sadar melainkan “mengeramnya” dalam alam
prasadar. Sedangkan tahap iluminasi adalah tahap timbulnya “insight”, saat
timbulnya inspirasi atau gagasan baru, beserta proses-proses psikologis yang
mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi baru. Tahap verifikasi atau
evaluasi adalah tahap dimana ide atau kreasi dan konvergen. Dengan kata lain
proses divergensi (pemikiran kreatif) harus diikuti oleh proses konvergensi
(pemikiran kritis).
Oleh
sebab itu, dalam proses pendidikan perlu adanya pendekatan keterampilan proses. Dalam keterampilan proses ini peserta didik
diberikan kebebasan untuk mengadakan pengamatan, pengklasifikasian, penafsiran,
peramalan, penerapan, perencanaan, penelitian dan pengkomunikasian hasil
pendidikan dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan pendekatan ini diharapkan
kreativitas peserta didik dapat berkembang.
g.Produk
Kondisi
yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif yang bermakna adalah
kondisi pribadi dan lingkungan, yaitu, sejauh mana keduanya mendorong seseorang
untuk melibatkan dirinya dalam proses (kesibukan, kegiatan) kreatif. Dengan
menekuni bakat dan ciri-ciri pribadi kreatif peserta didik, dan dengan dorongan
untuk bersibuk diri secara kreatif, dengan menyediakan waktu dan sarana dan
prasarana yang menggugah minat anak meskipun tidak perlu mahal, maka produk-produk
kreativitas anak dipastikan akan timbul.
Efektif
merupakan kondisi pembelajaran yang membawa hasil guna yang lebih tinggi (KBBI:
219). Keefektifan ini menjaadi begitu penting mengingat pemerolehan hasil
pendidikan tidak seperti yang diharapkan. Fenomena yang terjadi dan yang
menjadi persoalan selama ini ialah adanya gejala yang menunjukkan bahwa
pendidikan di negara kita masih juga tertinggal dari negara-negara lain. Salah
satu bukti ialah rendahnya prestasi belajar siswa Indonesia seperti yang dicermati
oleh Trens in International Mathematics
and Scienci Studi (TIMSS). Instituasi ini membandingkan
Prestasi
belajar para pelajar yang menunjukkan posisi Indonesia pada urutan ke 36 dari
45 negara yang diteliti. Dengan demikian, isu peningkatan kualitas pembelajaran
dan efektifitas pembelajaran memang perlu ditindaklanjuti. Salah satu strategi
yang ditempuh ialah dengan menyelenggarakan pembelajaran yang efektif. Guru
harus yakin bahwa ketika pembelajaran sudah berakhir maka semua siswa telah
menguasai indikator-indikator pembelajaran serta kompetensi-kompetensi yang
dikehendaki.
Menyenangkan adalah suasana
belajar-mengajar yang kondusif dan responsive sehingga siswa memusatkan
perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu tercurah perhatiannya (time on task) tinggi. Menurut hasil
penelitian tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan
tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif yaitu tidak menghasilkan
apa yang harus dikuasai siswa setelah pembelajaran berlangsung, sebab
pembelajaran memiliki sejumlah tujuan
pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti
bermain belaka.
Secara garis besar PAIKEM dapat
digambarkan sebagai berikut :
a.Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang
mengembangkan pemahaman dan kemampuan
mereka dengan pada belajar melalui berbuat.
b Guru menggunakan berbagai alat Bantu dan
berbagai cara dalam membangkitkan semangat termasuk menggunakan lingkungan
sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan
cocok bagi siswa.
1.Guru
mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik
dan menyediakan pojok baca.
2.Guru
meneapkan cara mengajar yang lebih komparatif, termasuk cara belajar kelompok.
3.Guru
mendorong siswa untuk menemukan caranya tersendiri dalam pemecahan masalah,
untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
Menurut
Suud Karim (2003:5) secara lebih detil dapatlah disebutkan bahwa apa yang harus
diperhatikan dalam melaksanakan PAIKEM ialah guru seyogyanya :
Memahami
sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat rasa
ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang
miskin, anak Indonesia atau bukan anak Indonesia selama mereka normal terlahir memiliki kedua sifat itu.
Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi pengembangan sikap / berpikir kritis dan kreatif.
Kegiatan pembelajaran
merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat anugerah Tuhan
tersebut. Suasana pembelajaran yang ditunjukkan dengan guru memuji anak karena
hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang
mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang
subur seperti yang dimaksud.
2.Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan
keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAIKEM
perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan
pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang
sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya.
Anak-anak yang memiliki kemampuan
lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan
mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan
sehingga anak tersebut belajar secara optimal.
3.Memanfaatkan
perilaku anak dalam pengorganisasian belaja
Sebagai makhluk social, anak sejak
kecil secara alami anak selalu ingin bersama dengan yang lain. Misalnya, dalam
kegiatan bermain mereka akan mencari pasangan atau berkelompok. Hal itu
merupakan sunnatullah sebab memang manusia diciptakan secara berpasangan dan
berkelompok.Kebiasaan berprilaku seperi ini dapat dimanfaatkan dalam
pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak
dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak
akan menyelesaikan tugasnya dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk
seperti itu memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun
demikian anak perlu, juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat
individualnya berkembang.
2.2
Konsep Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pendidikan adalah suatu
tindakan(action) yang diambil oleh suatu masyarakat, kebudayaan, atau peradaban
untuk memlihara kelanjutan hidupnya (survival).
Azumardi Azra (1999 : 3)menyebutkan bahwa pendidikan ialah suatu proses dimana
suatu bangsa mempersiapkan generasinya untuk menjalankan kehidupannya secara
lebih efektif dan efisien. Langgulung (198 :92) menyebutkan bahwa pendidikan
agama islam ialah suatu tindakan (action) yang diambil oleh suatu masyarakat,
kebudayaan, peradaban untuk memelihara berdasarkan agama Islam.
Lebih
lanjut Hasan Langgulung menyebutkan bahwa para ahli sejarah pendidikan dan
pakar budaya membagi fungsi pendidikan itu menjadi tiga. pertama,
pendidikan berfungsi menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan
tertentu dalam masyarakat pada masa mendatang. Kedua pendidikan berfungsi
memindahkan ilmu pengetahuan yang
bersangkut paut dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda. Ketiga, pendidikan berfungsi
memindahkan nilai-nilai yang bertujuan
untuk memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak
bagi kelangsungan hidup masyarakat yang berperadaban. Pada bagian ketiga inilah
corak pendidikan itu sudah tergambar, sebab Islam terkait dengan nilai-nilai.
Pendidikan
telah didefinisikan secara berbeda-beda oleh orang-orang yang berlainan latar
belakang sesuai dengan pendapatnya masing-masing. Akan tetapi,
pendapat-pendapat itu bertemu dalam satu pandangan, bahwa pendidikan adalah
suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk
menjalankan kehidupan can untuk memenuhi tujuan hidup secara lebih efektif dan
efisien.
Pada
sisi lain, kata Islam merupakan sumber keyakinan bagi orang mukmin. Kepada Allah
SWT, yang menegaskan Islam adalah satu-satunya agama yang diridlhoi olehNya dan
diperintahkan kepada manusia untuk memeluknya. Kehadiran Islam sebagai agama merupakan rahmaanlillalamin,
dan anugerah yang utama bagi manusia. Manusia dengan segala kelemahan yang ada
padanya tidak akan dapat manusia. Manusia dengan segala kelemahan yang ada
padanya tidak akan dapat memahami agama Islam ini tanpa melalui pendidikan.
Pendidikan amat diperlukan manusia sebagai sarana untuk mengetahui apa dan
bagaimana Islam itu sebenarnya sehingga efektif untuk mampu membimbing dirinya
sendiri. Oleh sebab itu, Islam dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat
erat.
Pendidikan
lebih daripada sekedar pengajaran. Dalam kenyataannya, pendidikan adalah suatu
proses dimana suatu bangsa atau Negara membina dan mengembangkan kesadaran diri
diantara individu-individu. Dengan kesadaran tersebut, suatu bangsa atau Negara
dapat mewariskan kekayaan budaya atau pemikiran kepada
generasi berikutnya, sehingga menjadi inspirasi bagi mereka dalam setiap aspek
kehidupan. Kondisi seperti itu tidak terdapat dalam pengajaran, sebab
pengajaran hanya bertumpu pada aspek transfer materi dari pemikiran kepada
generasi berikutnya, sehingga menjadi inspirasi bagi mereka dalam setiap aspek
kehidupan. Kondisi seperti itu tidak terdapat dalam pengajaran, sebab
pengajaran hanya bertumpu pada aspek transfer materi dari guru kepada murid.
Oleh karena itu, pendidikan
benar-benar merupakan latihan fisik, mental dan moral bagi individu-individu,
supaya mereka menjadi manusia yang berbudaya. Tujuannya ialah agar ia mampu
memenuhi tugasnya sebagai manusia dan menjadi warga Negara yang berarti bagi
nusa dan bangsa. Tujuan seperi itu sejalan dengan fungsi hakiki manusia yaitu
sebagai khalifah.
Dalam literatur Islam, ada tiga kata
Arab untuk menyebutkan makna pendidikan yaitu tarbiyah, ta’lim dan ta’daib.
Kata tarbiyah terbentuk dari kata rabba,
seperti dalam kalimat rabba as-sabi hatta adrak, yang
berarti memelihara, pengasuhan dan pemeliharaan. Dengan demikian tarbiyah berarti memelihara, mengasuh, mendidik.
Dengan demikian, tarbiyah berarti
pendidikan, pengasuhan, dan pemeliharaan Kata tarbiyah ini umum digunakan dalam
konteks lembaga pendidikan. Dipihak lain, kata ta’lim adalah kata benda
bentukkan dari kata kerja ‘allama yang mendapatkan syaddah pada ‘ain fillnya, yang berarti ja’alah ya ‘ alamahu (membuatnya tahu), atau istilah yang umum
ialah mengajar. Dengan demikian ta’lim berarti pengajaran.
Selain itu juga dikenal kata ta’dib
kata ta’dib terbentuk dari kata addaba
yang mendapatkan syaddah pada ‘ain
fiilnya yaitu addaba yang berarti ‘allamahal
–adab ( mengajarkan budi pekerti). Dengan demikian, kata ta’dib
berarti pendidikan ( tahzib)
Kata tarbiyah, menurut Naquib
al-attlas, merupakan istilah relative
baru yang dibuat orang untuk mengaitkan diri mereka dengan modernisme. Kata ini
juga mengacu pada segala bentuk yang bersifat fisik dan material. Didalamnya
tercangkup spesies hewan dan tidak dibatasi pada hewan berakal ( manusia). Kata itu lebih mencerminkan konsep Barat, meskipun
di dalamnya tercakup latihan intelektual dan moral, tetapi tidak berarti ia
inheren dalam istlah education melainkan suatu tambahan yang dikembangkan dari spekulasi filsafat
tentang etika. Disamping itu, latihan itu, latihan intelektual dan moral yang
ditunjukkannya, disesuaikan dengan tujuan-tujuan material berkenaan dengan
manusia sekuler, masyarakat, dan Negara. Dengan meilih kata ta’dib sebagai pengganti istilah tarbiyah,maka pendidikan Islam itu
diartikan oleh Syed Nuqueb Al-Attas sebagai berikut :
“Pengenalan
dan pengalaman yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia tentang
yang tepat dan segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa,
sehingga hal ini membimbing ke araha pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang
tepat dalam tatanan wujud dan keberadaan.
Kata
ta’lim terbentuk dari kata kerja allama, sudah dugunakan sejak zaman Nabi
Muhammad Saw baik dalam al-quran, hadist maupun
dalam pemahaman sehari-hari. Kata ini lebih banyak dipergunakan dalam
al- Quran.
Dari
segi bahasa, perbedaan dari kedua kata tersebut cukup jelas. Tak hanya
perbedaannya, akan tetapi sinambung kedua kata itu pu juga jelas. Perbandingan
arti ta’lim dengan kata dasar ‘allama dan kata tarbiyah dengan kata dasar
rabba, dapat dilihat dalam ketiga ayat berikut:
وعلم ادم الا سما ءكلها ثم عرضهم علي الملئكة فقال
انبؤني با سما ء هؤلاء
“ Dan dia mengajarkan
kepada Adam nama-nama ( benda-benda ) seluruhnya …. ( QS. Al- Baqarah 2: 3)
Kata
‘allama pada ayat 31 surat al- Baqarah diatas mengandung pengertian sekedar
memberi tahu atau memberi pengetahuan, karena sedikit sekali kemungkinan
membina kepribadian Nabi Adama.s melalu
nama benda-benda. Lain halnya dengan kata rabba, yang mengandung makna
pembiasaan, pembinaan, pemeliharaan.
Pemaknaan
pendidikan agama Islam sesungguhnya terkait erat dalam kata tarbiyah ta’lim dan ta’dibMasing-masing
kata tersebut memiliki tekana kata yang berbeda. Oleh karena itu,
dengan tekanan yang berbeda dari masing-masing kata itu, justru dapat saling
mengisi. Dengan demikian, kata tarbiyah,
ta’lim dan ta’dib tidaklah perlu dipertentangkan.
Kata
tarbiyah menekankan pada proses pembinaan dan pengarahan bagi pembentukan
kepribadian dan sikap mental. Kata ta’lim memberikan pemahaman pada proses pemberian pengetahuan.
Sedangkan kata ta’dib memberikan tekanan pada proses pembinaan terhadap sikap
moral dan etika kehidupanh yang lebih mengacu pada peningkatan martabat
manusia. Secara umum, oleh D. Marimba pendidikan diartikan sebagai bimbingan
secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani terdidik
menuju terbentuknya kepribadian utama Untuk membedakan pendidikan Islam dengan
pendidikan umum, dapat dilihat jika kita kembali kepada salah satu pengertian
pendidikan ( umum) yakni bahwa pendidikan adalah prose pemindahan nilai-nila
budaya dari suatu generasi berikutnya. Perbedaan ini adalah menyangkut
nilai-nilai yang dipindahkan.
Dalam
pendidikan Islam nilai-nilai yang dipindahkan itu berasal dari sumber-sumber
nilai Islam yakni al-Qur’an, Sunnah, dan jtihad. Hasan Langgulung secara rinci
menyebutkan bahwa dalam Islam terdapat lima macam sumber nilai yang diakui.
Kelima nilai yang dimaksud ialah (1) al-Qur’an, (2) sunnah nabi, (3) Qiyas, (4)
kemaslahatan sosial, dan (5) kemaslahatan umum. Nilai-nilai itulah yang
diusahakan pendidikan Islam untuk dipindahkan dari satu generasi kepada
generasi selanjutnya, sehingga terjadi kesinambungan ajaran-ajaran Islam di
tengah masyarakat. Barangkali, pendidikan yang bukan Islam hanya menggunakan
dua nilai yang terakhir yaitu kemashlahatan sosial dan kemashlahatan umum. yang
terakhir ini berasal dari adat istiadat dan pemikiran para ahli.Sudah barang
tentu tentu adat dan hasil pemikiran itu ada yang terpengaruh oleh agama, dan
ada pula yang benar-benar adat dan pemikiran manusia saja. yang terakhir ini
berasal dari adat istiadat dan pemikiran para ahli. Dari keterangan di atas
tepat sekali bila pendidikan Isalam dirumuskan Hasan Langgulung sebagai “proses
penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan
nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di
dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Dari
keterangan di atas tepat sekali bila pendidikan Isalam dirumuskan Hasan Langgulung
sebagai “proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan
pengetahuan dan nilai—nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk
beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. Secara tegas Yusuf al
Qardhawi juga memberikan batasan tentang pendidikan Islam. Menurutnya,
pendidikan Islam ialah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani
dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Lebih rinci atau detail tentang
batasan pengertian pendidikan agama Islam ini ialah batasan dari Enadang
Syaifuddin Anshori. Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud pendidikan Islam ialah:
“Proses bimbingan
(pimpinan, tuntunan, usulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa
(pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, dan lain sebagainya) dan raga objek didik
dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke
arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran
Islam.” Batasan-batasan pendidikan agama Islam yang disampaikan oleh para pakar
di atas memperlihatkan adanya perbedaan antara pendidikan umum dengan
pendidikan Islam. Perbedaan-perbedaan itu terasa cukup signifikan dan esensial,
sehingga tidak dapat dipandang hanya sebelah mata.Pebedaan yang menonjol ialah
pada aspek materinya. Pendidikan Islam tidak hanya mengutamakan aspek
kepentingan dan kebahagiaan duniawi saja, melainkan juga mengutamakan aspek
kebahagiaan ukhrawi. Selain itu, juga pendidikan agama Islam memberikan
penekanan pada pembentukan pribadi yang berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam.
Hasil yang ingin diraih (out put)
pendidikan yang bernuansa Isalm ini ialah keluaran akhlakul karimah (budi pekerti yang baik). Akhlak itu merupakan
bagian integral dari esensi agama Islam yang diemban oleh Rasulullah SAW.
Penekanan pada materi dan hasil yang berlandaskan ajaran-ajaran agama Islam ini
menjadi ciri khusus bagi pendidikan Islam. Dengan demikian, dapatlah dirumuskan
sebuah batasan bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses pembentukan pribadi
individu maupun sosial yang Islam, berdasarkan ajaran-ajaran yang diwahyukan
Allah ta’ala kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Sumber:
Aika, Aruna. 2016. Pendidikan di Indonesia. Gresik: AikaBuku
0 komentar