Konsep didefinisikan sebagai kumpulan fakta, benda, peristiwa, dan lain-lain yang memiliki ciri yang sama (atribut). Dengan mengetahui persamaan dan perbedaan masing-masing atribut, kita bisa menemukan mana konsep dan bukan konsep. Pemahaman seseorang terhadap suatu konsep disebut dengan konsepsi (Ibrahim, 2012).
Anak-anak membentuk pemahaman terhadap fenomena alam sebelum mereka mempelajarinya secara formal di sekolah. Pemahaman yang mereka miliki disebut konsepsi awal (prakonsepsi). Sebagian dari pemahaman tersebut sesuai dengan pemahaman yang dimiliki dan diyakini kebenarannya oleh para ilmuwan (sesuai dengan konsep ilmiah). Akan tetapi banyak juga di antara pemahaman yang dimiliki oleh seseorang berbeda dengan konsep ilmiah yang diakui kebenarannya. Keadaan demikian dinamakan miskonsepsi. Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang dapat diterima oleh para pakar dalam bidang itu (Suparno, 2005).
Menurut Berg (1991:17) miskonsepsi sulit sekali diperbaiki. Apabila siswa diberikan soal sederhana, mereka dapat mengerjakannya, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit, miskonsepsi muncul lagi. Miskonsepsi tidak dapat dihilangkan dengan metode ceramah yang bagus. Kalau pun berhasil, kadang-kadang beberapa bulan miskonsepsi muncul lagi. Miskonsepsi dapat terjadi pada siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti. Bahkan seorang (maha)siswa yang termasuk terpandai di angkatannya, mendapatkan skor di tengah pada tes miskonsepsi.
2. Penyebab Timbulnya Miskonsepsi
Penyebab miskonsepsi cukup beragam. Miskonsepsi dapat berasal dari siswa sendiri, sumber belajar, dan lingkungan yang mempengaruhi proses belajar siswa (Ibrahim, 2012).
a. Siswa
Kadang-kadang siswa memiliki keterbatasan informasi sehingga penguasaan konsepnya belum lengkap, sederhana, dan berbeda. Seringkali siswa berpikir dan mengasosiasikan konsep yang sedang dipikirkannya dengan sesuatu yang lain yang justru akan mengakibatkan terjadinya kesalahan konsep. Penyebab lain yaitu siswa tidak mampu membedakan atribut (ciri tertentu) dari sejumlah ciri umum yang dimiliki oleh sebuah konsep. Hal ini karena siswa hanya terfokus pada atribut umum yang tampak menonjol, padahal ada atribut penentu (esensial) yang memerlukan pengamatan lebih teliti. Selain itu, miskonsepsi juga terjadi karena siswa tidak menguasai konsep prasyarat dari suatu konsep tertentu. Misal, karena tidak memahami konsep hukum ohm, siswa memiliki miskonsepsi mengenai rangkaian listrik.
b. Sumber belajar
Beberapa sumber belajar yang berpotensi penyebab miskonsepsi siswa antara lain buku pelajaran, guru-guru yang mengalami miskonsepsi, kesalahan bahasa, dan metode mengajar yang tidak tepat.
c. Lingkungan
Istilah sehari-hari yang dijumpai pertama kali oleh siswa di dalam bahasa ibunya juga mempengaruhi kesalahan konsep. Misal istilah berat dan massa. Di dalam keseharian, massa sering disalahartikan dengan berat. Penyebab lainnya ialah saluran komunikasi dalam masyarakat (radio, TV, film) yang terus-menerus menyampaikan informasi yang salah, akhirnya menjadi kebiasaan.
3. Cara Mendiagnostik Miskonsepsi
Suparno (2005) menyebut beberapa alat diagnostik miskonsepsi yang sering digunakan para peneliti dan guru.
a. Peta konsep yang dibuat siswa.
b. Tes Pilihan Ganda dengan alasan yang sudah ditentukan.
c. Tes Esai Tertulis
d. Wawancara Diagnosis
e. Diskusi dalam kelas
f. Praktikum dengan tanya jawab
Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat diagnostik miskonsepsi berupa tes pilihan ganda dengan alasan yang sudah ditentukan yang dikembangkan dengan metode identifikasi Certainty of Response Index (CRI). CRI merupakan ukuran tingkat keyakinan/kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan (soal) yang diberikan (Salim dalam Ibrahim, 2010: 108).
Instrumen ini pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu (1) pertanyaan tentang konsep dan (2) pertanyaan untuk mengetahui kualitas atau kepastian respon yang diberikan ketika menjawab pertanyaan konsep. Pada bagian kedua ini, siswa dihadapkan pada pilihan skor yang menunjukkan kualitas jawaban mereka, yaitu terdiri dari skor:
1: Bila menjawab dengan menebak.
2: Menjawab dengan menebak tapi ada unsur yang dipertimbangkan untuk menjawab.
3: Ragu-ragu
4: Hampir yakin bahwa jawaban benar.
5: Yakin pasti jawaban benar.
Untuk membedakan apakah siswa memahami konsep atau tidak bahkan mengalami miskonsepsi, maka dibuat kriteria sebagai berikut.
a. Siswa dikatakan tidak memahami konsep bila siswa yang bersangkutan tidak yakin dapat menjawab dengan benar. Kalau pun tebakan siswa benar, itu terjadi karena kebetulan (lucky guess).
b. Siswa dikatakan mengalami miskonsepsi bila siswa yang bersangkutan tidak dapat menjawab dengan benar pertanyaan tentang konsep tertentu, tetapi merasa yakin bahwa jawabannya benar.
c. Siswa dikatakan memahami konsep bila siswa yang bersangkutan dapat menjawab dengan benar pertanyaan tentang konsep tertentu dan yakin bahwa jawabannya benar.
Berdasar pada kriteria tersebut, disusunlah bagan berikut ini.
Hal pertama yang perlu dilakukan oleh guru adalah mengetahui letak miskonsepsi siswa dan apa penyebabnya. Setelah itu guru mencoba beberapa strategi pembelajaran yang bertolak pada prakonsepsi siswa dengan tujuan memantapkan bagian yang sudah benar dan mengoreksi bagian yang salah. Pada akhirnya siswa diberikan tes akhir untuk memeriksa apakah miskonsepsi siswa mengalami penurunan.
Remediasi adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan proses menyembuhkan atau menghilangkan miskonsepsi. Berg (1991:18-21) mengungkap beberapa cara untuk menyembuhkan miskonsepsi antara lain sebagai berikut.
a. Menyesuaikan urutan silabus dengan cara berpikir siswa
Penelitian miskonsepsi telah menghasilkan banyak informasi mengenai cara berpikir siswa. Mengenai konsep mana yang sulit, mana yang mudah dimengerti, mengenai prasyarat pengetahuan yang dipenuhi dan prasyarat yang tidak.
b. Konflik Kognitif
Siswa dihadapkan pada suatu masalah yang bertentangan dengan intuisi atau prakonsepsi mereka. Dari sini siswa dapat menyadari miskonsepsinya sendiri.
c. Analogi
Suatu keadaan fisika yang sulit dimengerti atau yang penyelesaiannya sulit diterima dianalogikan dengan keadaan lain yang lebih nyata yang menjadi “jangkar” dalam otak untuk mengikat konsepsi baru.
d. Interaksi pasangan
Dengan memanfaatkan tes diagnostik miskonsepsi, siswa dipasangkan dengan siswa yang mempunyai konsepsi yang berbeda. Kemudian mereka bersama dihadapkan dengan suatu masalah yang perlu diselesaikan dengan interaksi atau diskusi.
e. Meta learning, meta-cognition
Siswa diarahkan untuk belajar secara lebih sadar agar dapat memantau dan mengontrol proses belajar mereka masing-masing. Pada akhirnya siswa dapat memperbaiki sikap atau kebiasaan belajar yang buruk.
f. Demonstrasi
Pelaksanaan percobaan oleh guru (sendiri atau dengan bantuan beberapa murid) di depan kelas membuat konsep-konsep fisika lebih nyata.
Sumber:
Berg, Euwe Van Den. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.
Ibrahim, Muslimin. 2012. Konsep, Miskonsepsi, dan Cara Pembelajarannya. Surabaya: UNESA University Press.
Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika.Jakarta: PT. Grasindo.
0 komentar